GEODESKOT: PERENCANAAN KOTA
1. Pengertian
perencanaan kota
Perencanaan
atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu dari fungsi
management yang sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat
pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah
rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu
pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita melakukan
pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Perencanaan
merupakan proses yang berisi kegiatan-kegiatan berupa pemikiran, perhitungan,
pemilihan, penentuan dsb. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka tercapainya
tujuan tertentu. Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan
keputusan atas sejumlah alternative (pilihan) mengenai sasaran dan cara-cara
yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang
dikehendaki serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang
dilakukan secara sistematis dan dan berkesinambungan.
2. Teori-teori
Perencanaan kota
Menurut
Hudson dalam Tanner (1981) teori perencanaan meliputi, antara lain; sinoptik, inkremental,
transaktif, advokasi, dan radial. Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981)
dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson.
a.
Teori Sinoptik
Disebut juga system planning,
rational system approach, rasional comprehensive planning. Menggunakan model
berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai
suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi.
Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi: pengenalan masalah,
mengestimasi ruang lingkup problem, mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian,
menginvestigasi problem, memprediksi alternative, mengevaluasi kemajuan atas
penyelesaian spesifik.
b.
Teori incemental
Didasarkan pada kemampuan institusi
dan kinerja personalnya. Bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka
panjang. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja.
Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam
merencanakan objek tertentu selalu mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan.
c.
Teori transactive
Menekankan pada harkat individu yang
menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu
desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari individu ke individu
secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan
individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.
d.
Teori advocacy
Menekankan hal-hal yang bersifat
umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik
tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang
rasional, logis dan bernilai (advocacy= mempertahankan dengan argumentasi).
Kebaikan teori ini adalah untuk
kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara
nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan
hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori
ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.
e.
Teori radikal
Teori ini menekankan pentingnya
kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri,
dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat
dengan kebutuhan.
Perencanaan ini bersifat
desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari
pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan yang
benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar
personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan
dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri
menangani pendidikannya.
f.
Teori SITAR
Merupakan gabungan kelima teori
diatas sehingga disebut juga complementary planning process. Teori ini
menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori
ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat
perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S
terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti teori baru
ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu
sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga
pendidikan dan masyarakat.
3. Bentuk-bentuk
Perencanaan Kota
a.
Perencanaan Fisik vs
Perencanaan Ekonomi
Pada dasarnya pembedaan ini
didasarkan atas isi atau materi dari perencanaan. Perencanaan Fisik
adalah perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu
wilayah misalnya perencanaan tata ruang atau tata guna tanah, perencanaan jalur
transportasi, penyediaan fasilitas umum, dan lain-lain.
Perencanaan
Ekonomi berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan
langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah.
Perencanaan ekonomi lebih didasarkan
pada mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan atas
kelayakan teknis. Perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran
yang ditetapkan dalam perencanaan ekonomi.
b.
Perencanaan Alokatif vs
Perencenaan Inovatif
Pembedaan ini didasarkan atas
perbedaan visi dari perencanaan tersebut. Perencanaan alokatif berkenaan
dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih
tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Inti kegiatannya berupa
koordinasi dan sinkronisasi agar system kerja untuk mencapai tujuan itu dapat
berjalan secara efektif dan efisien sepanjang waktu.
Dalam Perencanaan inovatif,
para perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam menetpakan target maupun
cara yang ditempuh untuk mencapai target. Artinya mereka dapat menetapkan
prosedur dalam mencapai target dengan menggunakan cara-cara yang baru.
c.
Perencanaan bertujuan jamak
vs perencanaan bertujuan Tunggal
Pembedaan ini didasarkan atas luas
pandang yang tercakup yaitu antara yang bertujuan tunggal dan bertujuan jamak.
Perencanaan
bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki beberapa tujuan
sekaligus. Misalnya rencana pelebaran jalan dan peningkatan kualitas jalan yang
ditujukan memberikan berbagai manfaat sekaligus.
Perencanaan
bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu
yang yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal.
d.
Perencanaan Bertujuan Jelas
vs perencanaan bertujuan Laten
Pembedaan didasarkan atas konkret
atau tidak konkretnya isi rencana tersebut. Perencanaan bertujuan jelas
yaitu perencanaan yang dengan tegas menyebutkan tujuan dan sasaran dari
perencanaan tersebut, yang sasarannya dapat diukur keberhasilannya.
Perencanaan
bertujuan laten adalah perencanaan yang tidak menyebutkan sasaran dan
bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk dijabarkan.
e.
Perencanaan Indikatif vs
perencanaan imperative
Pembedaan ini didasarkan atas
ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari institusi pelaksana.
Perencanaan
indikatif adalah perencanaan di mana tujuan yang hendak dicapai hanya dinyatakan
dalam bentuk indikasi, artinya tidak dipatok dengan tegas. Tidak diatur
bagaimana mencapai tujuan tersebut ataupun langkah-langkah untuk mencapai
tujuan tersebut, yang penting indicator yang dicantumkan dapat tercapai.
Perencanaan
imperative adalah perencanaan yang mengatur baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu
pelaksanaan, bahan-bahan, serta alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan
rencana tersebut.
f.
Top Down vs Bottom Up
Planning
Pembedaan perencanaan jenis ini
didasarkan atas kewenangan dari institusiya g terlibat. Perencanaan model
top-down dan bottom-up hanya berlaku apabila terdapat beberapa tingkat atau
lapisan pemerintahan yang masing-masing diberi wewenang untuk melakukan
perencanaan.
Perencanaan
model top-down adalah apabila kewenangan utama dalam perencanaan itu
berada pada institusi yang lebih tinggi di mana institusi perencana pada level
yang lebih rendah harus menerima rencana atau arahan dari institusi yang lebih
tinggi. Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut harus dijadikan
bagian rencana dari institusi yang lebih rendah.
Perencanaan
model Bottom-up adalah apabila kewenangan utama pada perencanaan itu
berada pada institusi yang lebih rendah, di mana institusi prerencana pada
level yang lebih tinggi harus menerima usulan-usulan yang diajukan oleh
institusi perncana pada tingkat yang lebih rendah.
g.
Vertical vs Horizontal
Planning
Pembedaan bentuk ini juga didasarkan
atas perbedaan kewenangan antarinstitusi walaupun lebih ditekankan pada
perbedaan jalur koordinasi yang diutamakan perencana.
Vertical planning adalah
perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antarberbagai jenjang pada
sector yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan sektoral, jadi menekankan
pentingnya koordinasi antarberbagai jenjang pada instansi yang sama.
Horizontal
planning menekankan keterkaitan antarberbagai sector sehingga berbagai sector itu
dapat berkembang secara bersinergi. Lebih melihat pentingnya koordinasi
antarberbagai instansi pada level yang sama.
h.
Perencanaan yang Melibatkan
Masyarakat secara langsung vs yang tidak melibatkan masyarakat secara langsung
Pembedaan juga didasarkan atas
kewenangan yang diberikan kepada institusi perencana yang seringkali terkait
dengan luas bidang yang direncanakan.
Perencanaan
yang melibatkan masyarakat secara langsung adalah apabila sejak awal
masyarakat telah diberitahu dan diajak ikut serta dalam menyusun rencana
tersebut.
Perencanaan
yang tidak melibatkan masyarakat adalah apabila masyarakat tidak
dilibatkan sama sekali dan paling-paling hanya dimintakan persetujuan dari DPRD
untuk persetujuan akhir.
4. Gambaran
Umum Prencanaan Tata Ruang Kota
Sesuai
dengan keputusan Menteri PU No. 64/KPTS/1986, ada empat tingkatan Rencana Ruang
Kota, yaitu sebagai berikut :
a.
Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan
b.
Rencana umum tata ruang kota
c.
Rencana detail tata ruang kota
d.
Rencana teknik ruang kota
Sesuai dengan keputusan Menteri PU NO. 640/KPTS/1986 BAB III, RUTRK
setidak-tidaknya harus berisikan hal-hal sbagai berikut :
a.
Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota
Kebijaksanaan pengembangan penduduk
berkaitan dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk pada setiap bagian
wi;layah kota.Proyeksi penduduk untuk masing masing bagian wilayah kota lebih
dipengaruhi oleh adanya factor-faktor yang menjadi daya tarik bagian wilayah
kota tersebut. Kebijakan pemerintah kota adalah mengatur kepadatan penduduk
untuk masing masing bagian wilayah kota, baik dengan mengatur daya tarik suatu
bagian wilayah kota maupun dengan mengeluarkan peraturan. Suatu hal yang perlu
diperhatikan adalah adanya perumahan kumuh di tengah kota dengan kepadatan yang
sangat tinggi. Proyeksi penduduk kota harus diprinci oleh jenis klamin dan
menurut kelompok umur, karena hal ini berkaitan dengan kebutuhan berbagai
fasilitas yang terkait dengan jenis klamin dan kelompok umur.
b.
Rencana struktur/Pemanfaatan Ruang Kota Rencana
Struktur/pemanfaatan ruang kota
adalah perencanaan bentuk kota dan pnentuan berbagai kawasan di dalam kota
serta hubungan hierarki antara berbagai kawasan tersebut. Dalam rencana
struktur ruang kota setidaknya harus ditetapkan kawasan dari berbagai kegiatan
utama, seperti perdagangan, industry, prkantoran/jasa, fasilitas social,
terminal, dan perumahan.
c.
Rencana struktur pelayanankegiatan kota
Rencana struktur pelayanan kgiatan
kota mnggambarkan hierarki fungsi kegiatan sejenis di perkotaan. Berbagai
fasilitas yang perlu direncanakan penjenjangnnya disertai lokasinya, misalnya
menyangkut pendidikan, kesehatan, terminal, pasar, kantor pos, perbankan, dan
jasa. Misalnya dalam fasilitas pendidikan trdapat jenjang seperti TK, SD, SMP,
SMA, Akademi, Dan Perguruan Tinggi. Harus dicari perbandingan tpat tentang
jumlah fasilitas antara berbagai jenjang pendidikan dan wilayah pengaruh dari
setiap fasilitas. Dengan demikian dapat diperkirakan, fasilitas pada jenjang
lebih tinggi mana yang akan di gunakan oleh anak didik untuk melanjutkan setelah
menyelesaikan pndidikannya. Dalam menetapkan luas wilayah pengaruh/daya tariuk
dari masing masing fasilitas perlu dicatat adanya sgmntasi pasar.
d.
Rencana Sistem Transportasi
Rencana system transportasi
menyangkut peerncanaan system pergerakan dan prasarana penun jang untuk
berbagai njenis angkutan yang trdapat di kota , seperti angkutan jalan raya,
angkutan kereta api, angkutan laut, angkutan sungai, danau, penyeberangan,
serta angkutan udara.
e.
Rencana Sistem Jaringan Utilitas
Yang tercakup dalam perncanaan ini
adalah sumber beserta jaringannya untuk air minum, jaringan listrik, jaringan
telepon, jaringan gas, saluran pembuangan air hujan, saluran p[embuangan aor
limbah rumah tangga, dan system pembuangan sampah. 6. Rencana Kepadatan
Bangunan Rencana kepadatan bangunan menggambarkan persentase lahan yang
tertutup bangunan pada suatu lingkungan/bagian kota.
f.
Rencana Ketinggian Bangunan Ketinggian
Bangunan perlu diatur karena
menyangkut keindahan danm kenyamanan kota. Secara umum bangunan diperkenankan
cukup tinggi dipusat kota dan kurang tinggi apabila menuju ke pinggiran kota.
Hal ini terutama perlu dijaga untuk jalur yang merupakan alur angin sehingga
akan membuat pusat kota tetap mendapat arus angin sehingga kenymana dipusat
kota tetap terpelihara.
g.
Rencana Pengembangan/Pemanfaatan Air Baku
Rencana pengembangan/pmanfaatan air
baku sangat perlu diperhatikan untuk perkotaan. Hal ini karena sumber air yang
tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan air diperkotaan terus meningkat.
h.
Rencana Penanganan Lingkungan Kota Rencana
Penanganan lingkungan kota adalah
langkah-langkah yang akan ditempuh untuk masing masing lingkungan/bagian kota
baik untuk pengembangan maupun untk mnjaga kenyamanan lingkungan hidup
perkotaan.
i.
Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Tahapan
Pelaksanaan pembangunan bersangkut
paut dngan apa yang direncanakan dapat terbangun/terealisir untuk masing-masing
tahapan. Biasanya setiap tahapan brjangka waktu lima tahun. Pembangunan itu
sendiri ada yang berupa aktivitas masyarakat dan ada yang merupakan program
yang dibiayai dari anggaran pemerintah.
j.
Indikasi Unit Pelayanaan Kota
Unit pelayanan kota adalah berbagai
unit kegiatan yang melayani kepentingan umum, baik berupa kantor pemerintahan,
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan social kemasyarakatan
lainnya atau pemadam kebakaran.
5. Permaslahan Umum
Dalam Perencanaan Kota
a.
Lemahnya penegakan hukum
Pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi
dapat disebabkan oleh hal-hal seperti tidak jelasnya materi hukum yang
digunakan sebagai titik tolak kegiatan, rendahnya tingkat kredibilitas aparat
penegak hukum dan rendahnya kesadaran hukum. Tiga hal tersebut mempunyai kaitan
yang erat. Hingga saat ini pelanggar tata ruang sangat jarang mendapat sanksi
yang berat. Padahal dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut
sudah menyebabkan banyak kerugian bagi orang lain, contohnya: peningkatan arus
lalu lintas yang menyebabkan kemacetan, pencemaran air, tanah, udara, dan
sebagainya.
b.
Perencanaan yang kurang sistematik, holistic dan
kurang partisipasi masyarakat
Perencanaan yang disusun sebagai
dasar pengambilan keputusan pembangunan belum melihat permasalahan yang ada
secara terstruktur dan menyeluruh. Kecenderungan untuk lebih mementingkan guna
dan kurang memperhatikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari suatu
perencanaan pembangunan berakibat pada seringnya timbul permasalahan –
permasalahan baru. Tidak tepatnya keputusan yang dihasilkan dapat menyebabkan
terakumulasinya dampak pembangunan tersebut.
Disamping itu, data dan informasi
yang digunakan sebagai input utama bagi perencanaan terkadang kurang akurat,
sehingga dalam implementasinya tidak sesuai target perencanaan. Disamping itu,
kurangnya pelibatan masyarakat di dalam proses penyusunannya memberi dampak
pada perencanaan yang kurang mendapat respon positif dari masyarakat seperti
rasa tanggung jawab dan rasa turut memiliki terhadap apa-apa yang dihasilkan
dari pelaksanaan program dan keputusan-keputusan tersebut.
c.
Perencanaan
yang tertinggal oleh laju pembangunan
Adanya perencanaan jangka panjang beserta
peraturan-peraturan pembangunannya telah diupayakan sebagai pemandu dan
sekaligus bingkai bagi para pelaku pembangunan, akan tetapi angka pertumbuhan
kota melampoi rencana-rencana yang ada.
d.
Perencanaan dan program yang tidak diimbangi dengan
cukupnya pendanaan
Kurangnya dukungan dana
mengakibatkan perencanaan yang sudah disusun tidak sepenuhnya dapat
diimplementasikan, contohnya masih banyak hasil studi mengenai penataan
lingkungan maupun kawasan yang tidak terimplementasi sesuai harapan, dimana salah
satunya disebabkan oleh kurangnya ketersediaan dana.
e.
Lemahnya sistem manajemen pembangunan
Lemahnya sistem manajemen
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: tidak memadainya pengetahuan dan
keahlian sumber daya manusianya, kelengkapan peralatannya, ketepatan dalam
pendistribusian fungsi dan tanggung jawab di dalam organisasi, pembuatan
keputusan, kelengkapan informasi, sistem pengawasan dan sistem koordinasinya.
Di samping itu, kurang adanya transparansi di dalam prosedur, proses dan
pembuatan keputusan juga merupakan salah satu tanda lemahnya sistem manajemen
Komentar
Posting Komentar