Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan ini merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum
pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang dimaksud dengan Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan ini memiliki fungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu. Di samping itu, Standar Nasional Pendidikan
memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat.
fungsi dan tujuan tersebut dapat diketahui, bahwa standarisasi pendidikan
nasional ini merupakan bentuk mencita-citakan suatu pendidikan nasional yang
bermutu. Sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 2 ayat 3:
standar nasional pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global.
Dalam mengoperasionalisasikan standar nasional pendidikan, pemerintah telah
membentuk sebuah badan yang bertugas memantau, mengembangkan dan melaporkan
tingkat pencapaian standar nasional pendidikan, badan yang dimaksud tersebut
dikenal dengan nama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). BSNP ini memiliki
beberapa wewenang guna menunjang pelaksanaan tugasnya sebagai pemantau dan
pengembang standar nasional pendidikan, wewenang tersebut meliputi:
1.
Mengembangkan
standar nasional pendidikan
2.
Menyelenggarakan
ujian nasional
3.
Memberikan
rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan
4.
Merumuskan
kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, terdapat delapan
standar pendidikan nasional yang digarap oleh BSNP yaitu,
1. Standar Isi
Standar isi
merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi ini memuat kerangka dasar,
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satua pendidikan dan
kalender pendidikan/akademik.
2. Standar Proses
Standar
proses ini meliputi pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan.
3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar ini merupakan
kulifikasi kemampuan lulusan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan.
4.
Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar ini
merupakan standar nasional tentang kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan
fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan dari tenaga guru dan tanaga
kependidikan lainnya.
5.
Standar
Sarana dan Prasarana
Standar ini
merupakan kriteria minimal tentang ruang belajar, perpustakaan, tempat
olahraga, tempat ibadah, tempat bermain dan rekreasi, laboratorium, bengkel
kerja, sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran. Dalam standar ini termasuk pula penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi.
6.
Standar
Pengelolaan
Standar ini
meliputi perencanaan pendidikan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, pengelolaan pendidikan di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan pada tingkat nasional. tujuan dari standar ini
ialah meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
7.
Standar
Pembiayaan
Standar ini
merupakan standar nasional yang berkaitan dengan komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan selama satu tahun.
8.
Standar
Penilaian Pendidikan
Standar ini
merupakan standar nasional penilaian pendidikan tentang mekanisme, prosedur,
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian yang dimaksud di
sini adalah penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang meliputi:
penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Sedangkan bagi
pendidikan tinggi, penilaian tersebut hanya meliputi: penilaian hasil belajar
oleh pendidik dan satuan pendidikan
Delapan standar nasional pada akhirnya akan bermuara pada suatu tujuan
untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.Pemerintah
mewajibkan setiap satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal untuk
melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilakukan secara bertahap, sistematis
dan terencana serta memiliki target dan kerangka waktu yang jelas agar dapat
memenuhi atau bahkan melampaui standar nasional pendidikan.
Sebuah sistem pendidikan meniscayakan adanya sebuah evaluasi guna
mengontrol kinerja suatu satuan pendidikan, sehingga dengan adanya fungsi
kontrol tersebut tingkat efektivitas, produktivitas, berhasil dan gagalnya
sistem pendidikan dapat dipantau. Sebagaiman tercantum dalam bab XII pasal 78
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, bahwa evaluasi pendidikan tersebut
meliputi,
1.
Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan
pendidiakn sebagai bentuk akuntabilitas
2.
Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan pemerintah
3.
Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi
4.
Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten.
5.
Evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk
masyarakat/ organisasi profesi untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
a.
Evaluasi
kinerja pendidikan oleh pemerintah, sebagaimana tercantum pada poin kedua di
atas, dilakukan oleh menteri pendidikan nasional. Setelah menerima hasil
laporan evaluasi kinerja pendidikan dari kabupaten atau kota, provinsi dan atau
lembaga evaluasi mandiri, kemudian menteri melakukan evaluasi komprehensif
untuk menilai: Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap visi, misi,
tujuan dan paradigma pendidikan nasional
b.
Tingkat
relevansi pendidikan nasional terhadap kebutuhan masyarakat akan sumber daya
manusia yang bermutu dan berdaya saing
c.
Tingkat mutu
dan daya saing pendidikan nasional
d.
Tingkat
partisipasi masyarakat dalam pendidikan
e.
Tingkat
efisiensi, produktivitas dan akuntabilitas pendidikan nasional.
Di samping ikut serta dalam proses evaluasi kinerja pendidikan, pemerintah
juga berwenang dalam melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan. Yang dimaksud akreditasi di sini adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dan atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
Akreditasi oleh pemerintah ini dilaksanakan oleh BAN- S/M (pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah), BAN-PT (pada jenjang pendidikan tinggi), dan
BAN-PNF (pada jenjang pendidikan nonformal). Badan Akreditasi Nasional tersebut
berada di bawah menteri dan bertanggung jawab kepada menteri.
Berkaitan dengan sertifikasi sebagai bukti legalitas pencapaian kompetensi
peserta didik, dalam bab XIV pasal 89 dijelaskan bahwa pencapaian kompetensi
akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan atau sertifikat
kompetensi yang diterbitkan oleh satuan pendidikan yang telah terakreditasi.
Dalam dokumen ijazah atau sertifikasi kompetensi tersebut setidaknya harus
mencantumkan identitas peserta didik, pernyataan yang menyatakan peserta didik
yang bersangkutan telah lulus dari penilaian akhir satuan pendidikan beserta
daftar nilai mata pelajaran yang ditempuhnya.Pernyataan tentang kelulusan
peserta didik dari Ujian Nasional beserta daftar nilai mata pelajaran yang
diujikan, dan pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah memenuhi
seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
Selanjutnya, pada bab XVI pasal 94 tentang Ketentuan Peralihan disebutkan
bahwa pada saat mulai berlakunya peraturan pemerintah tentang standar nasional
pendidikan ini:
1.
Badan
Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS), Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BANTA), Panitia Nasional Penilaian Buku Pelajaran (PNPBP) masih tetap
menjalankan tugas dan fungsinya sampai dibentuknya badan baru berdasarkan
Peraturan Pemerintahan ini.
2.
Satuan
Pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintahan ini
paling lambat 7 (tujuh) tahun.
3.
Standar
Nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak
ditetapkan Peraturan Pemerintahan ini.
4.
Penyelenggaraan
Ujian Nasional dilaksakan oleh pemerintah sebelum BSNP menjalankan tugas dan
wewenangnya berdasarkan Peraturan Pemerintahan ini.
_________________________________________________________________________
DEFINISI
KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK
1. Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek
kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang
mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2. Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending ( menerima atua
memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya
partisipasi aktif”
3. Valuing (menilai atau menghargai)
4. Organization (mengatur atau
mengorganisasikan)
5. Characterization by evalue or calue complex
(karakterisasi dengan suatu nilai atau
komplek nilai)
3. Psikomotorik
Ranah psikomotor
merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar
psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
(memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan
dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya.
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1)
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu
dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan
kelak dalam lingkungan kerjanya.
_________________________________________________________________________
Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI)
Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI,
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. KKNI
merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem
pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia.
KKNI disusun
berdasarkan kebutuhan dan tujuan khusus, yang khas bagi Indonesia untuk menyelaraskan
sistem pendidikan dan pelatihan dengan sistem karir di dunia kerja. KKNI juga
dirancang untuk sesuai dan setara dengan sistem yang dikembangkan negara‐negara lain. Dalam
pengembangannya KKNI juga merujuk dan mempertimbangkan sistem kualifikasi
negara lain seperti Eropa, Australia, Inggris, Scotlandia, Hongkong, dan
Selandia Baru. Hal ini menjadikan kualifikasi yang tercakup dalam KKNI dapat
dengan mudah disetarakan dan diterima oleh negara lain sehingga pertukaran
peserta didik maupun tenaga kerja antar negara dapat dilakukan dengan tepat.
Umumnya kerangka kualifikasi disusun
berjenjang dari terendah sampai ke yang tertinggi berdasarkan kemampuan
bekerja, penguasaan pengetahuan yang dicapai melalui pendidikan atau
ketrampilan yang diperoleh melalui pelatihan. European Qualification Framework
(EQF) sebagai salah satu kerangka kualifikasi yang dirujuk dalam pengembangan
KKNI, membagi jenjang kerangka kualifikasi dalam delapan tingkat dari jenjang
pertama sampai jenjang delapan yang tertinggi. Jenjang pertama mencantumkan
kemampuan dan pengetahuan dasar untuk melakukan pekerjaan sederhana dalam
kehidupan sehari‐hari.
Sedangkan jenjang 8 mencantumkan kemampuan tertinggi lulusan pendidikan doktor
dengan kemampuan mengkreasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan atau profesi
baru dalam kehidupan sehari‐hari
sehingga tercipta kondisi berkehidupan yang lebih baik. EQF menyepadankan
jenjang kualifikasi dengan jenjang pendidikan atau pelatihan, bahkan dengan
gelar yang disandangnya. Konsep pembelajaran sepanjang hayat nampak kuat
mendasari pengembangan EQF.
EQF harus diakui memberikan pengaruh
sangat kuat pada pengembangan dan penyusunan KKNI khususnya dalam
mendefinisikan kemampuan yang dimiliki seseorang pada setiap jenjang
kualifikasi. Sistem kualifikasi yang diberlakukan di Australia (AQF) memilah
sektor pendidikan dan pelatihan dalam tiga sektor yaitu sekolah menengah
(School Sector),pelatihan dan pendidikan vokasi (VET = Vocational Education and
Training Sector), dan Pendidikan Tinggi (Higher Education Sector). Sedangkan
jenjang kualifikasinya dibagi dalam sebelas jenjang berbasis ‘lintas tanpa
hambatan’ (seamless pathway). Masing masing jenjang kualifikasi didasarkan pada
penjenjangan pelatihan dan pendidikannya yang dikaitkan dengan capaian
pembelajaran pada setiap tingkatan kualifikasi. AQF merupakan suatu model
penjenjangan kualifikasi yang sangat rinci yang dianggap belum dapat diikuti
oleh KKNI sampai saat ini. Salah satu pertimbangan yang menyebabkan KKNI belum
dapat disesuaikan dengan AQF adalah adanya UU No. 20 Sisdiknas, dimana
pendidikan vokasi di Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari jenjang
pendidikan tinggi tidak seperti yang terdapat pada VET di Australia. Walaupun
demikian, model ‘intas tanpa hambatan’ AQF dapat diadopsi oleh KKNI dalam
memberi pengakuan atau penyetaran capaian pembelajaran yang diperoleh melalui
pelatihan atau pengalaman dengan penjenjangan capaian pembelajaran yang didapat
dalam ranah pendidikan tinggi.
KKNI menyediakan sembilan jenjang
kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi jenjang 1 sebagai kualifikasi terendah
dan kualifikasi jenjang 9 sebagai kualifikasi tertinggi. Penetapan jenjang 1
sampai 9 dilakukan melalui pemetaan komprehensif kondisi ketenagakerjaan di
Indonesia ditinjau dari kebutuhan penghasil (supply push) maupun pengguna
(demand pull) tenaga kerja. Diskriptor setiap jenjang kualifikasi juga
disesuaikan dengan mempertimbangkan kondisi negara secara menyeluruh, termasuk
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, perkembangan sektor‐sektor pendukung perekonomian dan kesejateraan rakyat
seperti perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan lain‐lain, serta aspek‐aspek
pembangun jati diri bangsa yang tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika, yaitu
komitmen untuk tetap mengakui keragaman agama, suku, budaya, bahasa dan seni
sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
Penjenjangan kualifikasi pada KKNI
dengan jenjang sembilan sebagai jenjang tertinggi tidak serta‐merta berarti bahwa jenjang tertinggi KKNI tersebut
lebih tinggi dari jenjang kualifikasi yang berlaku di Eropa (8 jenjang) dan
Hongkong (7 jenjang) atau sebaliknya lebih rendah dari jenjang kualifikasi yang
berlaku di Selandia Baru (10 jenjang). Hal ini lebih tepat dimaknai bahwa jenis
kualifikasi pada KKNI dirancang untuk memungkinkan setiap jenjang kualifikasinya
bersesuaian dengan kebutuhan bersama antara penghasil dan pengguna lulusan
perguruan tinggi, kultur pendidikan/pelatihan di Indonesia saat ini serta gelar
lulusan setiap jalur pendidikan tinggi yang berlaku di Indonesia.
Di dalam pengembangan, KKNI
diposisikan sebagai penyetara capaian pembelajaran yang diperoleh melalui
pendidikan formal, informal, dan nonformal dengan kompetensi kerja yang dicapai
melalui pelatihan diluar ranah KEMDIKNAS, pengalaman kerja atau jenjang karir
ditempat kerja. Secara skematik pencapaian setiap jenjang atau peningkatan ke
jenjang yang lebih tinggi pada KKNI dapat dilakukan melalui empat tapak jalan
(pathways) atau kombinasi dari keempatnya. Tapak jalan tersebut seperti
diilustrasikan pada Gambar 1 terdiri dari tapak jalan melalui pendidikan
formal, pengembangan profesi, peningkatan karir di industri, dunia kerja atau
melalui akumulasi pengalaman individual. Dengan pendekatan tersebut maka KKNI
dapat dijadikan rujukan oleh para pemangku kepentingan yang terkait dengan
pengembangan sumberdaya manusia di dalam lingkungannya atau oleh masyarakat
luas untuk perencanaan karir individual. Sektor pendidikan formal, misalnya
dapat menggunakan KKNI sebagai rujukan dalam merencanakan sistem pembelajaran
perguruan tinggi di Indonesia sehingga dapat dengan tepat memposisikan
kemampuan lulusannya pada salah satu jenjang kualifikasi KKNI dan memperkirakan
kesetaraannya dengan jenjang karir di dunia kerja. Hal ini juga dapat
bermanfaat di dalam merencankan pengembangan relevansi pendidikan tinggi yang
lebih komprehensif. KKNI juga dapat dijadikan panduan oleh asosiasi profesi
untuk melakukan penyesuaian dan penilaian kesetaraan di tingkat nasional
tentang kriteria kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya. Sektor‐sektor lain seperti dunia usaha, birokrasi
pemerintahan, industri, dan lain‐lain juga
membutuhkan KKNI sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolalan sumberdaya
manusia masing‐masing secara lebih komprehensif
baik yang berhubungan dengan sistem karir, remunerasi atau pola rekrutmen baru.
Secara konseptual, setiap jenjang
kualifikasi dalam KKNI disusun oleh empat parameter utama yaitu (a)
keterampilan kerja, (b) cakupan keilmuan/pengetahuan, (c)metoda dan tingkat
kemampuan dalam engaplikasikan keilmuan/pengetahuan tersebut serta (d)
kemampuan manajerial. Ke‐empat
parameter yang terkandung dalam masing‐masing
jenjang disusun dalam bentuk deskripsi yang disebut Deskriptor KKNI. Dengan
demikian ke‐9 jenjang KKNI merupakan deskriptor
yang menjelaskan hak, kewajiban dan kemampuan seseorang dalam melaksanakan
suatu pekerjaan atau mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keahliannya. Uraian
tentang parameter pembentuk setiap Deskriptor KKNI adalah sebagai berikut:
- Keterampilan kerja atau kompetensi merupakan kemampuan dalam ranah kognitif, ranah psikomotor, dan ranah afektif yang tercermin secara utuh dalam perilaku atau dalam melaksanakan suatu kegiatan, sehingga dalam menetapkan tingkat kompetensi seseorang dapat ditilik lewat unsur‐unsur dari kemampuan dalam ketiga ranah tersebut.
- Cakupan keilmuan/pengetahuan merupakan rumusan tingkat keluasan, kedalaman, dan kerumitan/kecanggihan pengetahuan tertentu yang harus dimiliki, sehingga makin tinggi kualifikasi seseorang dalam KKNI ini dirumuskan dengan makin luas, makin dalam, dan makin canggih pengetahuan/keilmuan yang dimilikinya.
- Metoda dan tingkat kemampuan adalah kemampuan memanfaatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan metoda yang harus dikuasai dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan tertentu, termasuk didalamnya adalah kemampuan berpikir (intellectual skills).
Komentar
Posting Komentar